Lebih Baik Ngontrak atau Tinggal Sama Orang Tua?
Assalamualaikum wr.wb
Hai semua!
Jadi sekarang alhamdulillah aku
sudah hamil lagi dan memasuki usia 7 bulan,
masyaAllah tabarakallah.
Suka duka selama hamil banyak
banget dan aku mau tuangkan beberapa di blogku, supaya bisa jadi pengalaman dan
pelajaran juga buat kalian.
Aku tipe wanita yang seneng
banget aktif kesana kemari, dan aku sangat-sangat suka banget sebagai wanita
karir. Aku sudah hampir 4 tahun kerja disuatu perusahaan dan bener-bener nyaman
banget disana.
Sampai suatu ketika, ada
perombakan managemen luar biasa, yang membuat pekerjaanku makin berat dengan
benefit yang tetap. Sudah hampir setahun sejak aku keguguran, aku dan suami
benar-benar berusaha sekuat tenaga agar kami bisa segera dapat momongan
kembali.
Tapi semakin hari, aku semakin
merasa stress dan benar-benar mengalami pressure yang luar biasa.
Suatu hari suami bilang “terserah
kalau kamu mau resign, cari pekerjaan yang lebih baik, dan biar bisa ngerasain
bagaimana rasanya mengurus suami”.
Wow. Disitu aku bener-bener kaya
tersambar petir.
Memang, saat keguguran lalu,
ketika aku mulai flek, aku masih bela-belain masuk ke kantor, lembur di
weekend. Bagiku, pekerjaan adalah segalanya. Masya Allah, sampai ternyata suami
sendiri pun tidak sepenuhnya aku perhatikan.
Sempat pada bulan Maret atau
April, aku telat dan tespek positif. Namun beberapa hari kemudian, aku datang
bulan. Wah aku down luar biasa, sampai masuk RS.
Bulan-demi bulan berjalan,
akhirnya setelah berdiskusi dengan suami, aku yakin untuk resign dan melepas
semua karir yang telah aku capai. Bagaimanapun, ketika kita menikah, apa sih
yang ditunggu? Keturunan bukan?
Sebelum akhirnya aku resign, aku
ditawarkan untuk pindah ke anak perusahaan tempat aku bekerja yang terletak di
Jakarta. Aku senang bukan main. Aku sudah melewati interview dengan HRD dan
Direktur, dan tinggal menunggu waktu. Sambil menunggu proses pemindahan, aku
juga ditawari di unit lain langsung oleh VP unit tersebut. Tapi aku menolak,
karena masih berharap dengan perusahaan yang di Jakarta, kenapa? Agar bisa
searah dengan suami kerja, dan aku bisa tinggal di rumah orangtua dengan jarak
yang lebih dekat ke calon kantor baru.
Akhirnya, dengan pede, aku dan
suami berhenti ngontrak, dan pindah kerumah orangtua. Oh iya, selama ini kami
ngontrak yang lokasinya tidak jauh dari tempat aku bekerja.
Akhirnya, kami pindah kerumah
orangtuaku, namun ternyata, keputusan pindah kerja di calon kantor baru
akhirnya pupus, dan aku sudah terlanjur pindah kerumah orangtuaku.
Selama 1 bulan lebih aku
berangkat ke kantor dari rumah orangtuaku yang cukup jauh, capek dijalan,
ditambah stress ditempat kerja, dan ongkos yang tinggi yang membuat aku malah
jadi nombok tidak sebanding dengan gaji yang kuterima.
Dan pada akhirnya aku nekat, dan
memutuskan untuk resign. Beberapa minggu sebelum aku memberikan surat resign,
tepatnya di ulang tahunku sekaligus ulang tahun pernikahanku, Allah memberikan
kami hadiah luar biasa. Alhamdulillah aku positif hamil.
Seketika aku teringat, aku pernah
membaca buku tentang pengalaman-pengalaman perjuangan pasangan suami istri
dalam menginginkan momongan, didalam buku itu disebutkan “apabila ingin mendapatkan
sesuatu, kita harus ikhlas melepaskan sesuatu yang begitu berharga seperti
harta”.
Apakah mungkin karena aku ikhlas
merelakan karirku dan Allah menggantinya dengan yang lebih baik? Wallahualam. Tetap
berhusnudzon bahwa, memang Allah memberikan hadiah terindah di hari bahagia
kami berdua.
Akhirnya, aku resign dan hari-hari
kujalani tinggal dirumah orangtuaku.
Aku bahagia akhirnya bisa
mengurus suamiku, masak setiap hari untuk suamiku.
Hari demi hari berlalu, namun
semakin besar kandunganku, kenapa ada saja permasalahan dirumah? Bukan permasalahan
dengan suamiku, namun dengan orang-orang dirumah. Kami jadi merasa asing.
Aku sedang hamil. Dan aku merasa
stress luar biasa dan tertekan dalam beberapa waktu. Benar adanya, kalau sedang
hamil mood swing luar biasa. Jadi lebih cengeng, lebih emosi, lebih
semua-semuanya.
Semakin kesini, aku dan suami
segan untuk sekedar masak kedapur, makan masakan orangtuaku, dan melakukan
kegiatan lain dirumah. Kami selalu beraktifitas dikamar, atau lebih baik pergi
keluar rumah.
Galau, sedih, stress bingung harus
apa.
Akhirnya aku dengarkan ceramah
dari beberapa ustadz di youtube dengan tema lebih baik ngontrak daripada
tinggal dirumah orangtua.
Masya Allah. Terimakasih ustadz,
aku dan suami sungguh-sungguh dapat pencerahan.
Aku sambil baca-baca komentar di
video tersebut, ternyata yang mengalami permasalahan seperti itu bukan hanya
aku. Aku juga membaca cerita dan pengalaman orang-orang, tentang bagaimana
kehidupan setelah pernikahan, dan makin menguatkan tekat kami untuk mencoba
mandiri keluar dari rumah orangtuaku.
Aku coba mencari rumah-rumah yang
dikontrakan di internet, dan juga survey-survey ke lokasi dengan suami. Dan Alhamdulillah
ketemu beberapa rumah yang bisa dikontrakan dengan harga terjangkau dan dalam
kondisi baik. Kami hanya tinggal melihat kondisi dalamnya dan ketika cocok baru
kami deal untuk pindah.
Bismillahirrahmanirrahim, doakan
kami ya, semoga keputusan kami adalah keputusan yang terbaik.
Share pengalaman kalian juga ya,
semoga kita bisa saling memberikan pengalaman positif satu sama lain J
InsyaAllah aku akan ceritakan
pengalaman-pengalamanku selanjutnya, ditunggu yaa!
Komentar
Posting Komentar