Lelapnya Ayah di Ruang Tunggu

Hari ini aku sedikit bosan bercengkrama didalam sebuah ruangan yang ramai, tapi sebenarnya sunyi. Kita tidak tahu apa yang dibicarakan, dan hanya berdiskusi dengan keegoisan diri.
Aku keluar dari dalam ruangan, mencari sebuah pemandangan yang lebih asri. Namun aku hanya melihat seorang pria, setengah abad, duduk tertidur dengan lelahnya.
Itu Ayah.
Ayah diruang tunggu, tertidur lelap. Aku menegurnya sekejap. Berdiri disampingya, dan ingin memeluknya, namun aku malu. Heran, apakah rindu itu selalu sulit diungkapkan?
Aku sudah terlalu lama bergerak, sampai aku lupa kapan terakhir memeluknya dengan erat. Tidurnya Ayah, membuat aku ingin ke tempat sepi dan menangis.
Selama ini aku ingin merasa lelah dan mengeluh, tentang apa yang tidak aku miliki, dan orang lain punya yang lebih.
Selama ini aku ingin berteriak bahwa aku tidak ingin merasakan susah ini.
selama ini aku ingin menangis hebat karena aku ingin semua ini berakhir.
Selama ini aku ingin rasanya membuat rasa syukur menjadi sunyi.
Namun, tidur nya Ayah hari ini, mengobati aku.
Bukan sebuah ungkapan perasaan, atau sebutir air mata Ayah. Hanya tidur dan wajah nya yang letih, yang mengobati aku. Menyembukan semua guratan hati yang pernah melukai aku.
Ayah, adalah seorang lelaki yang menghargai sebuah pilihan.
Setidaknya aku pernah merasakan, bahwa wanita memutuskan memilih lebih besar.
Ibu telah memilih Ayah, untuk menjadi seluruh pendamping raga nya sampai akhir.
Dan Ayah, menghargai pilihan Ibu.. Ia menjaga Ibu dengan penuh sayang, penuh perjuangan dan penuh bulir keringat.
Senyap. Aku sendiri dalam diam. Sendu. Aku ingin memeluk Ayah erat.
Ingin menerobos semua relung nadi nya, dan mencuri semua pengabaian tentang mengeluh dan lelahnya.
Bukan dari hari ini saja, aku tau beratnya menjadi Ayah, ketika aku harus giat membantu nya, agar menghidupi kebahagiaan. Sampai saat ini aku merasakannya. Sangat dalam.
Apakah Ayah dalam bentuk lebih muda ada di bagian luasnya dunia ini? tidak berwujud Ayah, hanya mencuri kasih sayang nya saja.
Bagaimanapun, lelah ku, hanya lelahku, tidak akan aku bagikan dengan orang yang selama ini melindungi dan menganggap aku ada. Dan tidak akan terlihat untuk siapa-siapa. Aku bersama Tuhan, mungkin sudah cukup, namun Ayah yang akan terus menjadi obatku,bersama senyum Ibu yang selalu menjadi arus kuat dalam darahku.

Tangerang Selatan, 18 April 2014.
Ketika Ayah tertidur diruang tunggu, dan kami asyik berbincang didalam ruangan.
Aku sayang Ayah.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tips Persiapan Menikah Dengan Tabungan Sendiri

Dayak Ethnic Exhibition . I got a new family ! (Part 2)

Persiapan Sebelum Pernikahan, Pendaftaran KUA Juli 2017